Maaf jika
belakangan aku membatasi diriku. Tanpa kamu ketahui, aku sedang memahami keadaanmu.
Dengan ketiba-tibaanmu dalam datang dan menghilang, aku rasa akan jadi
boomerang. Rindukah alasanmu untuk kehadiran ini? Hempaskan, coba belajar
melepas rindu kepada angin. Ku yakin hembusannya akan membawa rindumu itu.
Cukup hatimu untuk menjaga kesetiaan.
Pernah
terlintas pikiran kecil, nakal, dikemudian hari? Ku rasa ada, namun mengalahkan
meganya keinginanku bertemu kau. Menatap mata coklat kepunyaan lelaki usil yang
mulai tumbuh dewasa ini. Em, atau sekedar melempar senyum tipis dan mengucap
‘Hai’. Jadi, ku rasa aku ingin cepat-cepat hari itu datang.
Apa kamu
sependapat? Jarak bukanlah sebuah penghalang, dia takkan melunturkan rasaku
begitu saja. Tempat kita tetap di planet biru ini, masih ada langit yang
menaungi. Oh ya, jika kau terlalu rindu kau juga boleh menengok bintang. Ku
pikir anggap saja itu aku, karena aku mereka bersinar. Setelah ini, mungkin ku
juga akan sering keluar malam untuk sekedar bercengkrama dengan satu bintang.
Bintang paling terang, yang ku anggap itu juga kau.
Detik waktu
berjalan, mungkin terpikir olehmu aku seakan menjauh. Kau kurang tepat, aku
hanya membatasi diriku. Aku tahu alasan semua ini, supaya aku terbiasa tanpa
keberadaanmu dan begitu juga kau. Ku yakin ini takkan terasa lama.
Sampai nanti,
berdua kita terhampar bersama pasir putih. Sampai kau menyadari kuatnya angin
yang menerpa setiap inchi kulitmu adalah rinduku. Dan kau akan tahu rasaku
abadi bak cahaya bintang yang menemanimu pada malam-malam itu. Aku terus
menunggu hari itu datang, menunggu keusilan ibu jari raksasamu menggelitik
tumit mungilku lagi.
Berdua kita
akan menatap langit dan menata miliaran bintang. Tak peduli besar derunya
gemuruh ombak, kita akan melesak, menerjang badai. Bersama.
Teruntuk kamu, aku tahu semua alasan ini dan sekarang silakan
menghilang, lagi.
♥This is My Post
21.58